Saya sudah lelah memberi pelayanan yang tanpa akhir pada citra, image, dan tuntutan-tuntutan orang di luar sana yang mulai tidak masuk akal. Dalam kehidupan yang dibilang orang modern ini, saya semakin menemukan nilai-nilai purba yang berkembang pesat bahkan mendominasi.

Komposisi hidup yang memberi pembagian peran sebagi pemenang dan pecundang, kyat dan lemah, baik dan buruk, apalagi entah klasifikasinya. Pada intinya jika klasifikasi itu didasarkan pada penilaian yang obyektif, dimana manusia memanusiakan orang lain, dan memakai bukti-bukti yang tidak asal serta valid, ya sah sah saja.

“Lalu saya jadi apakah?” akhirnya pertanyaan itu yang muncul setiap detik dalam pikiran kita, bukan berusaha untuk jadi manusaia sebaik-baiknya tapi saya jadi apakah agar orang mau menilai saya baik, agar pujian dan kekaguman yang tak putus-putusnya mengalir, terbayang betapa lelahnya mengikuti itu semua.

Ketika pada satu dimensi waktu, saya berada dalam lingkaran comunitas tertentu, saya sendiri belum begitu mengenal baik semua komponennya, laksana sebuah motor saya baru saja menginjak pedal gas, dan remnya, belum kenal tangki bensin, belum kenal spedometer, belum kenal jok dan mesinnya bahkan.

Apakah berikutnya, saya harus menciptakan kemasan untuk bisa diterima dalam komunitas tersebut, dengan mengadopsi mentah-mentah gaya mereka, dengan memakan bulat-bulat pola pikirnya?

Saya sekarang sudah mampu menjawabnya,

Saya capek dan sangat lelah kalau harus menghamba pada citra, walaupun pada intinya saya juga tidak bisa hidup berantakan juga. Jadi mulai sekarang saya mau jadi diri sendiri, sambil terus menggali potensi diri saya yang berguna, bahasa kerennya, improve my self to be better day by day (semoga ga keliru deh susunannya).


Berkaca lah pada sebuah cermin yang bidang, atau pada air yang menggenang, outline bayangannya akan sama walaupun warna dan tingkat kecemerlangannya berbeda.


*gambar pinjem dari http://www.shutterstock.com

Comments (0)