"Masa SMA itu kayak apa to mbak? kok katanya masa paling indah?" itu pertanyaan adik sepupu saya yang memang tahun ini mulai masuk SMA.

Saya jadi ingat, saya sudah terlalu jauh dengan masa SMA saya, kira-kira sudah 12 tahun saya melepaskan diri dari status Siswa SMA. Kalau dibilang paling indah, bagi saya semua masa yang saya jalani memiliki keindahan sendiri-sendiri.



Saya menghabiskan 3 tahun masa SMA saya di sebuah SMA negeri yng terletak di Jalan Adisucipto Solo, berdekatan dengan stadion Manahan, salah satu simbol olahraga terbesar yang ada di Solo. SMA 4 begitu kami bisa menyebutnya.


Memilih SMA tersebut dengan alasan rutenya mudah ditempuh dengan kendaraan umum dari rumah saya yang terbilang jauh dari pusat kota Solo, saya berasal dari daerah yang biasa di sebut solo kemringet, tapi kalau menurut saya, jalan kaki dari solo ke rumah saya itu lebih dari sekedar kemringet, mungkin bisa dehidrasi, wanna try? ;))


Waktu SMA, saya mempunyai guru Kimia yang bernama Pak Sartono, beliau terkenal dengan hukuman menulis ulang soal yang tidak bisa dikerjakan saat muridnya dipanggil kedepan satu persatu, jadi tidak ada cerita nyontek pekerjaan tetangga. Dan syukurlah, saya terbebas dari kutukan hukum tulis ulang yang bikin pegel jari itu. Hanya saja, saya merasa sedikit menyesal, saat saya datang ke sekolah untuk mengambil ijazah legalisir di tahun pertama penerimaan mahasiswa baru, beliau menepuk-nepuk pundak saya sambil memberikan nasihat dan semangat untuk bisa menyelesaikan kuliah dengan baik, sayangnya karena keasyikan gambar pintu di arsitek, kuliah saya di kimia terbengkalai.
Bagi saya, nilai bagus saat saya sekolah itu penting, sedangkan kemampuan saya untuk menyerap ilmu itu wajib. Sederhana saja logika saya saat itu, guru dan orang tua bukanlah peramal yang bisa membaca pikiran kita, jadi saya sebagai murid memerlukan parameter tertentu untuk bisa dikatakan mampu menangkap pelajaran yang diberikan, parameter itu salah satunya "Nilai".

Masa SMA, masa dimana anak-anak merasa mulai beranjak dewasa, mulai pacaran dan mulai dimabuk asmara, iya mungkin bagi beberapa orang lain. Saya ditasbihkan untuk tidak piawai dalam urusan macar-memacar, teman-teman cowok saya, hanya mempunyai urusan pinjam meminjam PR dan LKS, sera bercanda alakadarnya, dan sayapun sangat nyaman untuk bergaul dengan mereka sebatas urusan itu. Hikmahnya, mungkin karena otak saya pas-pasan, kalo saya sudah direpotkan dengan  urusan cinta monyet, ga lucu tiba-tiba ada insiden mogok makan di bawah pohon pisang gara-gara saya ga naik kelas. Yang biasa saya lakukan waktu itu, membuatkan surat cinta untuk sahabat dekat saya, dan biasanya dia membelikan saya sepotong coklat silverqueen di minimarket samikate di sebelah SMA 4 atau bakwan sambel yang rasanya ajaib di kantin sekolah.

Saya juga mengalami perubahan yang saya syukuri setiap detiknya hingga sekarang, saat saya duduk di kelas 3 SMA. Saya memutuskan untuk menutupi rambut yang biasa saya kucir kuda, dengan jilbab, itu awal yang indah buat saya, dan semoga sampai kesini saya mampu belajar terus untuk menhijabi akhlak dan perbuatan saya.

Sehabis menamatkan SMA, saya kuliah, dengan 4 tahun yang tidak kalah indah. Karena bagi saya, setiap masa yang saya alami akan indah jika saya tau cara untuk me-indah-kannya. Kebebasan yang kata orang mulai didapatkan saat kita SMA, tentu akan lebih manis jika disandingkan dengan tanggung jawab yang melekat bersamanya.
Yang kita lakukan pada masa ini akan berpengaruh pada masa selanjutnya, itu kata ayah saya tercinta. Jadi lakukan yang terbaik, ambil dan ciptakan kesempatan-kesempatan yang hebat, karena ga ada tip-ek dalam hidup untuk sebuah penyesalan.


sekali waktu, bolehlah breaking the rules untuk mewarnai hidup, tapi percayalah jika terlalu sering sensasinya akan hilang dengan sendirinya.

have a great time everyone!

Comments (0)