Matahari sudah terlalu tinggi, sinarnya menerobos masuk melalui sela-sela tirai yang kemarin malam sengaja kubuka. 

Bangun sayang … sudah siang” suara baritonmu membuat kelopak mataku membuka, tapi rasanya enggan bergeser dari rengkuhan lenganmu yang selalu menentramkanku. Membaui harum tubuhmu di waktu aku terjaga itu seperti candu.

Matahari dan jam dinding yang berdetak itu tidak terlalu penting untuk mengukur waktu lagi sekarang, bersamamu membuat waktu nyaris kubunuh paksa. Saling menikmati detak jantung yang memburu, membuat semua yang ada selain kita adalah kosong dan tidak penting. Apapun yang kamu lakukan mampu membuatku tergila-gila, bahkan hanya dengan sedikit sentuhan dan tatap mata yang selalu menghanyutkanku itu kamu adalah orang yang paling berhak untuk membuatku selalu menurut dengan keputusanmu, pun untuk hal  menyangkut diriku sendiri.


Semakin lama, semakin candu ini mencengkeramku, adalah kamu dan satu-satunya yang mempunyai posisi begitu penting dalam hidupku. Lelakiku, berapa kali kau berucap tak ingin merubahku seperti hamba yang patuh taat pada majikannya, aku harus selalu menjadi aku seperti awal pertama kamu jatuh cinta karena keunikanku. Bagaimana mungkin, sedangkan aku sudah terinfeksi oleh dirimu dalam setiap sel darah yang mengalir di tubuhku.

Sore itu,

Ketika matahari sudah tenggelam, seribu kata-kata terburai dari mulut kita. Seperti dua orang yang saling membenci, sungguh aku sangat tidak menyukainya. Pintu yang tertutup itu tiba-tiba kamu koyak, dengan seluruh energimu kamu memaksa kunci  yang kupasang untuk kau buka. Sayang, aku disini, kenapa kamu ingin pergi dan berlari. 

Aku mencintaimu, dan aku ingin memilikimu, bukan orang lain.

Jangan pergi, aku tak ingin kamu pergi.

Dan aku pun memelukmu, lama sekali setelah peluru yang kutembakkan dari pistol yang kau simpan itu berhasil menahanmu.
***
Bau bantal yang sama, aku menghirup dalam-dalam hamparan bedcover yang menutup ranjang kita. Semalam tadi aku datang lagi ke kamar ini, dengan baju yang sama ketika kita disini pertama kalinya. Itu pilihanmu, sebuah dress selutut warna putih yang anggun.
***
Di sebuah makam,
RIP
Kivara
25-12-1978 s/d 10-12-1998

"Sayang, aku berkunjung, aku terlalu rindu padamu."


gambar dari sini 

Comments (6)

On December 9, 2010 at 10:05 PM , Anonymous said...

wow keren banget ini mba :)

 
On December 9, 2010 at 11:19 PM , Anonymous said...

woogh.. dibunuh.. :|

 
On December 10, 2010 at 10:23 PM , Bibi Titi Teliti said...

duh...duh..
serem aaaaaah :(

Dibikin hepi ending aja napaaaaa!!!!
*maap tapi diriku adalah penganut paham hepi ending...*

 
On December 10, 2010 at 10:28 PM , gaelby said...

Indah... Aq menikmati tulisan ini kata perkata. Manifestasi cinta dan kesetiaan seorang istri ideal.
Salam sobat :)

 
On December 11, 2010 at 2:04 AM , melly said...

kereeenn
hufh

 
On December 12, 2010 at 9:45 PM , yuyuk said...

sterenbee : aku belajr banyak di sterenbee recomended site for fiction :D

mbak rin : eh .. iya :(

bibi titi teliti : janjii lain kali bikin yang hepi ending ... :D

gaelby : makasih :)

melly : makasihh :D