Mungkin satu hal yang patut saya syukuri pagi ini, ketika saya bisa mengendalikan amarah di pagi yang cerah dan semilir angin yang bertiup segar tsaaahhh …. Saya ini tergolong manusia dengan sumbu pendek, dipancing bentar langsung meledak. Baiklah saya ceritakan kronologi peristiwa “pisuhan” yang terjadi pagi tadi ketika saya berangkat ke kantor. 

Keluar dari jalan gang depan rumah, sambil sesekali melempar salam sama tetangga, minggir-minggir bentar begitu ada mobil tetangga yang lewat biar ga kesrimpet, berhubung gang di tempat saya itu pas banget dua mobil. Saya biasa menunggu angkutan umum di depan gang rumah saya, selagi saya menunggu, tiba-tiba ada seorang wanita setengah baya dengan bakul yang berisi sayuran segar menggunung, dengan tergesa menyeberang. Dan entah bagaimana, sebagian isi bakul itu jatuhlah berceceran di jalan, dengan wajah pias dan terburu si Ibu ini memunguti dagangannya, refleks saya menghampiri si Ibu kemudian memunguti untingan bayam dan kangkung yang terserak di jalan aspal itu, okay … karena insiden itulah, kendaraan di satu sisi dimana si ibu menumpahkan dagangannya terhenti sesaat, beberapa motor bisa menyelip dengan gesit, tapi tidak dengan mobil yang terpaksa harus menunggu kami berdua selesai memunguti dagangan kira-kira 5 menitan lah atau lebih mungkin, saya ga ngelirik jam karena emang ga bawa jam *dipenthung*.

Selesai itu saya dan si Ibu menepi, belum sempat saya menanyakan keadaan si Ibu, tiba-tiba mobil yang berada di urutan paling depan membuka kaca jendela, melongoklah seorang ibu-ibu yang mungkin berumur 40 tahunan, dengan kerudung putih dan sasakan poni di sebelah depan, memandang tajam ke arah saya, mengumpat dengan deretan kata-kata yang enggak banget apalagi untuk ukuran beliau yang berada di dalam mobil yang bisa dibilang sedikit mewah dibanding angkot saya eaaaaa… *ya iyalah

Sejenak saya cuma tercengang dengan tangan yang masih memegang lengan si ibu penjual sayur, mendengarkan si Ibu yang sedang mengomel entah sama saya atau sama si Ibu penjual sayur atau malah keduanya. Selesai ngomel, saya cuma tersenyum, dalam pikiran saya, begini toh orang kalau ngomel tapi ga cocok sama keadaan, ga keren banget ternyata hihihi …. Entahlah, mungkin karena saya sudah terlanjur liat beliaunya itu ngomel panjang lebar dan ga kelihatan keren, saya toh cuma bilang “maaf ya ibu, sudah mengganggu perjalanan Anda, besok – besok kalau mau perjalanan ga terganggu, jangan pakai jalan umum, beli aja jalan sendiri, Insyaallah lancar
Si ibu diam, menutup kaca mobil dan berlalu, sekilas saya lihat lelaki yang menyetir di sebelahnya menatap kami dengan dengan sorot mata yang merasa bersalah, eeh atau perasaan saya saja yaa hahahaha …

Jakarta dan macet itu bukannya sudah berpacaran sejak kapan tau, kalau memang ga mau terlambat, satu-satunya jalan ya berangkat lebih awal. Mungkin keadaan tergesa itu yang terkadang membuat manusia sedikit berubah perangainya, tapi kalau telat sholat apa iya sedasyat itu ngomelnya? Padahal itu jauh lebih lebih urgent ya ga sih? *ngomong ama diri sendiri*

Bahkan beberapa teman yang saya follow di twitter, jauh lebih kreatif memanfaatkan macetnya jakarta, misalnya pasang make up di kala macet, jadi masuk mobil muka masih polos, keluar mobil di parkiran kantor make up sudah lengkap dan ready to rock halaaah ...

Satu pelajaran penting pagi ini, ketika kita berhasil menahan diri, untuk tidak mengumbar emosi apalagi tanpa melihat situasi itu sama sekali ga ada keren-kerennya, andaikata tadi si Ibu bermobil tidak mengomel panjang lebar sama saya, tapi cukup membuka kaca jendela dan melempar senyum, pasti jatuhnya lebih dramatis, apalagi si Ibu ini juga masih keliatan cantik, dan cincin yang dijari tangannya juga bagus je tuips *sempet-sempetnya notice *

Anyway, inilah Jakarta dengan berbagai macam karakter manusia, kalau mau kalah silahkan terbawa kalau mau lulus ujian ya tahan diri dan belajar bersabar , enjoy it. *lagi-lagi ngomong sama diri sendiri*

Selamat hari senin, selamat berdamai dengan diri sendiri.


 *pisuhan : umpatan 
* gambar nyomot dari gettyimages

Comments (4)

On March 29, 2011 at 5:51 PM , Bintang said...

aduh Yuyuk, setelah baca posting ini saya niat banget buat nggak mudah terbawa emosi dimanapun...ternyata nggak ada keren-kerennya ya!
Hehehe, Yuyuk bisa aja :P

Emosi itu kayaknya naluri dasar manusia yang merasa lebih hebat dibanding manusia lainnya, kadang-kadang *atau sering ya*, saya juga suka sumbu pendek...tapi, tapi niiiih, setelah melihat orang emosi dari sudut pandang Yuyuk kayaknya saya harus dua kali lipat lebih menahan diri...hehe, karena nggak ada keren-kerennya itu tadi... :D

 
On March 30, 2011 at 10:46 PM , Bibi Titi Teliti said...

*sigh*
Begitulah dahsyatnya macet Yuk..
Kadang orang suka terpancing emosi...
apalagi kalo ketemu angkot dan ojeg...

Bersyukurlah aku yang kebanyakan nongkrong di rumah dan jarang ketemu macet...

eh..tapi...beberapa bulan lagih aku juga akan berhadapan dengan macet nih...karena udah harus ngojeg nganterin Kayla yang SD...hihihi...

ehm..aku mah kepancing emosi nya hanya bila berhadapan dengan ke2 bocah itu ajah...hihihi..

 
On March 31, 2011 at 12:21 AM , keblug said...

Aih si Ibu, ga liat ada orang lagi kesusahan yak!? klo ga bs ngebantu langsung kayak mb Yuyuk, paling enggak mbok ya support dengan senyum, eh malah ngomel...

 
On April 3, 2011 at 3:16 AM , orange float said...

syukurlah di jambi ngak ada macet, saya gak bisa membayangkan gimana rasanya terjebak dalam macet. pasti suntuk banget dan emosi gampang naik