Meski begitu kemarahan massa tidak surut. Sehingga Siami dan Widodo yang akan keluar ke ruang pertemuan harus dikawal ketat polisi dan koramil. Setelah melewati barisan massa, Siami dan Widodo langsung dimasukkan ke mobil patroli polisi.
Ketika membaca kalimat itu, tanpa melihat paragraph sebelumnya di detik.com, yang terlintas di pikiran saya adalah Ibu Siami dan Widodo ini mungkin adalah seorang terdakwa atas kejahatan tertentu. Miris bukan? Setelah saya  tahu bahwa perlakuan itu yang harus mereka terima karena mereka mengajarkan kejujuran untuk buah hati yang sedang belajar.
Entah sejak kapan, beberapa saat terakhir saya sering mengamati Sepupu atau Tante dan Om saya, yang memiliki anak masih duduk di bangku SD, SMP dan SMA, mulai kelimpungan ketika ujian tiba. Anak-anak seperti dicecoki dengan les yang tidak berakhir, mulai dari hari senin sampai jumat, bahkan terkadang sabtu pun masih harus berhadapan dengan guru les yang datang ke rumah atau mereka yang mendatangi lembaga pendidikan tertentu.
Saya fikir, ini semacam latah saja di lingkaran keluarga saya, tapi ternyata juga saya temui di keluarga-keluarga yang lain, bahkan teman-teman kantor. Akhirnya dalam persepsi saya, sekolah pada jaman sekarang ini sulit dan menyeramkan.
Kembali kepada “nasib” ibu Siami, yang sedianya ingin memberikan pendidikan yang komplit kepada buah hatinya, baik pendidikan formal maupun pendidikan akhlak termasuk kejujuran. Justru hal penting ini yang acapkali dilupakan oleh sebagian orang tua, bahwa otak tanpa akhlak baik itu bisa berbahaya, keduanya akan maha dahsyat bermanfaat jika saling bersinergi dengan baik.
Pernah beberapa kali saya tersenyum kecut, ketika melihat anak-anak lomba melukis di mall atau pusat permainan anak. Entah tergiur dengan hadiahnya atau memang egoisme sang ibu yang ingin anak kebanggaannya menjadi juara, mereka pun mencuri-curi kesempatan untuk membantu menyelesaikan kegiatan mewarnai yang harusnya dilakukan oleh sang anak. Tanpa sepengetahuan juri tentu saja. Saat hal itu terjadi, tanpa disadari, anak telah dicontohkan dengan sebuah kenyataan bahwa sedikit berbuat curang cincai lah asal jadi juara.
Coba bayangkan, kalau nilai-nilai ini mereka bawa sampai besar ? jika sebuah kecurangan adalah hal yang biasa, dan tidak perlu dipermasalahkan. Mark up kuitansi kantor itu hal yang lumrah, menggunakan inventaris kantor untuk keperluan pribadi itu sebagian dari kompensasi kerja, suap dan sogok – menyogok itu pasal resmi dalam sebuah pelelangan tender. Duh … saya miris bagaimana nanti nasib Indonesia kedepan.

Saya, bukanlah orang yang paling jujur sepanjang hidup saya, beberapa kali pernah saya berbohong untuk menyelamatkan diri saya sendiri, ketika saya bolos kuliah dan orang tua menanyakan bagaimana kuliah saya hari itu, ketika uang kembalian bayar kuliah saya pakai untuk jajan bakso di belakang kampus. Dan sampai saat ini saya masih terus belajar untuk selalu jujur, dan saya berterimakasih dengan kedua orang tua saya yang telah menanamkan keinginan itu.  
Indonesia, dan saya adalah bagian di dalamnya. Semoga ibu Siami bisa memberikan pencerahan kepada saya ketika suatu masa saya dalam posisi beliau sebagai orang tua murid, dan 200 juta lebih penghuni Indonesia tercinta ini. 
Nilai itu penting sebagai salah satu parameter bahwa murid telah memahami materi yang telah diajarkan. Pun demikian, yang terpenting di atas semua itu adalah proses pembelajaran untuk mencapai nilai itulah yang terpenting. Dimana kejujuran, kerja keras, dan pantang menyerah sebagai nilai dan perilaku yang harus diterapkan, tidak hanya saat kita belajar di bangku sekolah, namun di setiap lini kehidupan yang kita jalani.


*gambar dari miss google*

Comments (3)

On June 14, 2011 at 7:00 PM , pipitta said...

well.. saya gak pinter banget, tapi anti nyontek deh, ataupun ngasih contekan. Waktu UTS pas jaman kuliah, saya nolak ngasih contekan dan akibatnya saya dimusuhi sampai... sekarang! walopun kejadiannya udah lebih 10 taun lalu.. *dohhh jadi ketauan deh umur berapa :p*

apa saya yang aneh ya??

 
On June 15, 2011 at 5:56 PM , Bintang said...

Saya juga terus belajar untuk berlaku jujur, minimal pada diri sendiri.

Kejujuran memang seperti barang langka saat ini. Begitu kita mencoba buat transparan, gossip yang menyebar juga sama kencangnya, sama-sama menjatuhkan maksudnya...

Kasus di surabaya ini juga memprihatinkan, betapa dengan alasan 'setia kawan' seorang anak diminta untuk berlaku tidak jujur dalam ujian yang sedang dilaksanakan.

Tulisan yang menarik, Yuyuk!
:)

 
On June 19, 2011 at 10:09 PM , Anonymous said...

Saat yang benar terasa salah... :(