gambar dari google.com

Tidak ada sesuatu yang murni dan berjalan sendiri di atas dunia ini. Semuanya saling membutuhkan, berhubungan dan tolong menolong - putu wijaya

Seperti seorang anak kecil yang membutuhkan tangan ibundanya untuk belajar berjalan, pun sang bunda yang membutuhkan senyum si kecil untuk membuat hidupnya berarti. Keduanya saling membutuhkan, saling mengisi untuk membuat semua berjalan lebih baik.

Dalam dua minggu kedepan, kami  merencanakan untuk bersilaturahmi ke SLB Marsudi Putra  di Bantul, Yogyakarta. Beberapa dari kami berkesempatan untuk kembali mengunjungi Jogja, sekaligus berniat untuk berbagi dengan anak-anak manis yang berada di Sekolah Luar Biasa Marsudi Putra.
SLB Marsudi Putra berada di Wijirejo, Pandak, Bantul. Muridnya sekitar 120 anak, dan sebagian besar berkebutuhan khusus, seperti autis, tuna daksa dan tuna grahita. Anak-anak murid yang belajar di SLB rata-rata berasal dari daerah Wijirejo dan sekitarnya. Rasanya bahagia sekali membayangkan anak-anak spesial itu bersemangat mengikuti pelajaran demi pelajaran, bermain dan bercengkerama bersama teman-temannya, walaupun tidak selalu dalam keadaan yang seharusnya. Bukankah satu kebanggaan? Ketika bisa melihat mereka mandiri dan bisa membuat masa depan mereka lebih baik.


Mungkin satu hal yang patut saya syukuri pagi ini, ketika saya bisa mengendalikan amarah di pagi yang cerah dan semilir angin yang bertiup segar tsaaahhh …. Saya ini tergolong manusia dengan sumbu pendek, dipancing bentar langsung meledak. Baiklah saya ceritakan kronologi peristiwa “pisuhan” yang terjadi pagi tadi ketika saya berangkat ke kantor. 

Keluar dari jalan gang depan rumah, sambil sesekali melempar salam sama tetangga, minggir-minggir bentar begitu ada mobil tetangga yang lewat biar ga kesrimpet, berhubung gang di tempat saya itu pas banget dua mobil. Saya biasa menunggu angkutan umum di depan gang rumah saya, selagi saya menunggu, tiba-tiba ada seorang wanita setengah baya dengan bakul yang berisi sayuran segar menggunung, dengan tergesa menyeberang. Dan entah bagaimana, sebagian isi bakul itu jatuhlah berceceran di jalan, dengan wajah pias dan terburu si Ibu ini memunguti dagangannya, refleks saya menghampiri si Ibu kemudian memunguti untingan bayam dan kangkung yang terserak di jalan aspal itu, okay … karena insiden itulah, kendaraan di satu sisi dimana si ibu menumpahkan dagangannya terhenti sesaat, beberapa motor bisa menyelip dengan gesit, tapi tidak dengan mobil yang terpaksa harus menunggu kami berdua selesai memunguti dagangan kira-kira 5 menitan lah atau lebih mungkin, saya ga ngelirik jam karena emang ga bawa jam *dipenthung*.


Mungkin  reaksi saya terbilang agak telat, atau bahkan telat sekali, sebenarnya saya tidak terlalu perduli .. toh sinetron ini masih saja berkeliaran di jam-jam yang seharusnya saya menonton hiburan yang menarik untuk melepaskan penat di kantor dan mengiringi mata saya berangkat tidur.

Hal pertama yang saya syukuri adalah, mbak yang bertugas menemani saya di rumah sama sekali tidak menyukai sinetron ini, sepanjang pengetahuan saya, dia hanya menonton satu kali saja, karena penasaran dengan si mbak tetangga sebelah rumah yang sudah kecanduan dengan sinetron ini.