"Bikinin Teh dong" suami saya menutup pintu kulkas, sambil mengeluarkan cangkir alumunium yang mulutnya lebar banget. Kalo ga salah, cangkir itu dibeli waktu jalan-jalan ke sebuah supermarket. Di tempat orang-orang belanja dengan harga pas ga pake nawar, bahkan untuk barang-barang ga penting dengan harga yang ga pake logika. Tapi toh saya tetep ketagihan untuk kesana.

"Nantilah, ini lagi masak air" jawab saya sambil berlalu ke kamar mandi.
Saya itu baru kenal dengan laki-laki yang tiba-tiba jadi maha penting bagi hidup saya, bahkan saya rela "angkat kaki" dari rumah saya untuk hidup bersama dengannya, ajaib kan? Tapi anehnya bapak ibu saya malah memberi restu dan wejangan - wejangan seperti "Patuhlah sama dia, itu ibadah."
Alamak!

Saya juga baru tahu kalau dia suka mengeluarkan suara-suara saat tidur, pas banget malam pertama sesudah akad nikah yang terkadang keberadaannya sering kurang intens diperhatikan dibanding mode kebaya, menu makanan dan dekor resepsi. Padahal gara-gara prosesi serah terima itulah, yang dulu diharamkan dan dikutuk maksiat jadi halal bahkan ibadah.

Balik lagi ke lelaki muda yang disebutlah suami saya itu, gemar sekali dia bermain PS, sampai terkadang membuat saya naik tensi, karena dia lebih konsen main PS daripada mendengarkan saya ngoceh. Habis itu terlelaplah dia sampai subuh.

Tapi lebih banyak enaknya, setiap habis bulan, saya dikasihnya uang, "buat belanja" katanya. Lalu, kalau saya mengeluh sakit sedikit saja, dia sudah kebingungan seperti kehilangan kompas di tengah hutan. Masih banyak kejadian yang bisa membuat saya tertawa sendiri, atau pengen tertawa atau sekedar senyum saja, jika mengingat dia dan segala tingkahnya.

Tapi ada satu perjanjian sakral yang tidak boleh dilanggar antara saya dan dia,
"asal ada es teh semua beres"
itu saja.

Sekarang, dia harus pergi 6 bulan ke depan, paling lama. Untuk itu dia sudah berjanji. Tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu 10 jam dengan menggunakan kereta yang dibilang PT. KAI paling eksekutif, asal tidak pake terlambat. Dan mungkin hanya 1 jam kurang jika ada pesawat yang bisa mendarat disana.

Jeda, tercipta untuk membuat saya dan dia berusaha melampauinya, agar bisa terus bersama.
Ah, sudahlah.
Saya hanya sedikit takut, iya ... takut merindui gerutunya, ketika es teh di kulkas sedang habis.


2010, Bagian timur Jakarta, siang yang panas dan saya masih merasa setengah lapar.
gambar dari sini

Comments (5)

On October 19, 2010 at 4:05 PM , she-ungu said...

mbaaaaaaaaaaaa....masnya kemana toh? ndak pergi jau2 kan yaaaa..jadi weekend masih bisa pulang kan? aku siap menemani hari2mu koq mba *halah*

 
On October 19, 2010 at 6:17 PM , santi said...

pasti di surabaya ya mba? *sotoy*
errrrr bekelin es teh manis aja mbak! secara di sana panas gila :p
eniwei just remember "absence sharpens love, presence strengthens it" *peyuk* :)

 
On October 19, 2010 at 8:24 PM , Unknown said...

aku dah nitip brem sama bipang.....hehehe

 
On October 19, 2010 at 8:51 PM , Lucky dc said...

Wahh yang lagi kangen sama suami... hehehe

 
On October 20, 2010 at 12:51 AM , yuyuk said...

@ she ungu : hihihi pergi ke tempat yang deket sama baby ipod ;))

@ mbak santi : thanks sis *peluk-peluk balik*

@ mas surip : ahaaaa

@ lucky : :D iya nih